By Aditb. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

TEORI ORGANISASI UMUM 2


INFLASI, PENYEBAB INFLASI, DAMPAK INFLASI SERTA SOLUSINYA
                                                                        Oleh: Aditya Budiharto, NPM : 1A111268

Inflasi merupakan salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dan dapat dijumpai di setiap negara. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas (atau mengakibatkan kenaikan) kepada sebagian besar dari harga barang-barang lain. Dalam ekonomi, inflasi memiliki pengertian suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu). Dengan kata lain, inflasi merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi merupakan proses suatu peristiwa dan bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi, dianggap inflasi jika terjadi proses kenaikan harga yang terus-menerus dan saling pengaruh-mempengaruhi. Definisi inflasi banyak ragamnya seperti yang dapat kita temukan dalam literatur ekonomi. Keanekaragaman definisi (pengertian tersebut) terjadi karena luasnya pengaruh inflasi terhadap berbagai sektor perekonomian. Hubungan yang erat dan luas antara inflasi dan berbagai sektor perekonomian tersebut melahirkan berbagi perbedaan pengertian dan persepsi kita tentang inflasi, demikian pula dalam memformulasi kebijakan-kebijakan untuk solusinya. Namun, pada prinsipnya masih terdapat beberapa kesatuan pandangan bahwa inflasi merupakan suatu fenomena dan dilema ekonomi. Menurut Ryan C. Amacher dan Holley H. Ulbrich dalam bukunya Principles of Microeconomics (1989:101-102), inflasi adalah suatu keadaan yang mengindikasikan semakin melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil mata uang suatu negara yang merupakan akibat dari kenaikan tingkat harga diatas harga rata-rata yang berlaku umum yang dapat diukur dengan indeks harga barang konsumsi dari tahun ke tahun.
Secara garis besar terdapat 3 teori mengenai penyebab inflasi, yaitu:
·         Teori kuantitas adalah teori tertua. Teori ini menyoroti faktor penyebab inflasi berdasarkan:
a.    Jumlah uang yang beredar. Penambahan uang yang beredar ibarat “bahan bakar” bagi inflasi.
b.    Inflasi selain ditentukan oleh pertambahan jumlah uang yang beredar juga dipengaruhi oleh psikologi masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa mendatang.
·         Teori Keynes mengenai inflasi didasarkan atas teori makro ekonomi dan menyoroti aspek lain dari inflasi. Menurut teori ini, inflasi tidak lain adalah proses perebutan bagian rezeki di antara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang bisa diadakan oleh masyarakat sehingga permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia dan berdampak pada kenaikan harga barang-barang secara umum.
·         Teori strukturalitas adalah teori inflasi berkaitan dengan faktor-faktor struktural dari perekonomian, di mana faktor-faktor tersebut hanya bisa diubah secara bertahap dan jangka panjang. Menurut teori ini ada 2 hal yang bisa menyebabkan inflasi, yaitu:
a.       Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga-harga di dalam negeri sebagai akibat kelambanan penerimaan nilai ekspor dan kelambanan pertumbuhan kemampuan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan.
b.       Pertumbuhan produksi bahan makanan dalam negeri tidak secepat penghasilan perkapita dan pertumbuhan penduduk, sehingga harga bahan makanan cenderung meningkat melebihi kenaikan harga barang-barang yang lain.

Jadi inflasi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga-harga yang berlangsung terus menerus dalam jangka waktu cukup lama. Seirama dengan kenaikan harga-harga tersebut, nilai uang turun secara tajam pula sebanding dengan kenaikan harga-harga tersebut. Lebih lanjut, kenaikan harga-harga bukanlah semata karena pengaruh teknologi, sifat-sifat barang maupun karena pengaruh ketika menjelang hari raya, tetapi karena adanya pengaruh inflasi yang pada umumnya berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama.
Tingkat inflasi atau laju inflasi merupakan kenaikan harga rata – rata secara umum selama suatu periode atas periode sebelumnya, atas harga tahun dasar 1996 = 100. angka perhitungan tingkat inflasi diperoleh dari survey yang dilakukan BPS, yang meliputi 44 kota besar di Indonesia, kecuali untuk tahun 1998 dan seterusnya dikurangi satu yaitu ibukota timor-timor. Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator makro ekonomi penting yang menggambarkan tingkat stabilitas harga-harga secara umum dalam perekonomian suatu negara. Upaya pengendalian tingkat inflasi khususnya di Indonesia dilaksanakan karena merupakan salah satu tujuan akhir yang ingin dicapai dari kebijakan makro ekonomi yang diterapkan. Tujuan akhir ini mencakup tiga target yang dikenal dengan sebutan Trilogi Pembangunan. Ketiga target tersebut adalah tingginya peningkatan pendapatan nasional, stabilitas perekonomian yang ditunjukkan dengan tingkat inflasi yang rendah serta pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya.
Untuk melihat keberhasilan moneter mengendalikan tingkat inflasi, indikator harga yang digunakan selama ini adalah indeks harga konsumen (IHK) karena indikator ini dapat tersedia lebih cepat dibanding indikator harga lainnya seperti indeks harga perdagangan besar (IPHB) dan PDB deflator. Perhitungan tingkat inflasi di Indonesia dilaksanakan di 43 kota dan meliputi 267-353 jenis barang/jasa. Beberapa komponen IHK untuk perhitungan tingkat inflasi sangat rentan terhadap terjadinya perubahan tingkat suku bunga SBI dan perubahan nilai tukar rupiah terhadap USD. Sejumlah jenis barang dan jasa yang termasuk dalam kategori ini adalah harga bahan-bahan bangunan, harga makanan jadi dengan bahan baku impor, biaya sewa rumah, kenaikan upah di sektor informal yang tidak terikat oleh ketentuan UMR, dan biaya jasa angkutan sebagai akibat meningkatnya harga impor suku cadang.
Formula penghitungan IHK menggunakan rumus Modified Laspeyers:

Bila persentase perubahan IHK positif, maka dapat dikatakan telah terjadi inflasi (kenaikan harga secara umum) dan sebaliknya bila perubahan IHK negatif maka terjadi deflasi (penurunan harga secara umum).
Jika dilihat dari sejarah perkembangan tingkat inflasi di Indonesia, pada periode tahun 1966 tingkat inflasi pernah mencapai 650% dan tahun 1967 tingkat inflasi mencapai 120%, dan periode tahun 1968 tingkat inflasi mencapai 85%. Tingkat inflasi yang demikian tinggi berdampak pada perekonomian buruk disertai dengan pergantian rezim politik pada masa itu. Kondisi perekonomian Indonesia mulai terpuruk kembali sejak sistem kurs bebas diterapkan di Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1997, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah pada bulan-bulan berikutnya dan mencapai titik terendah pada bulan Juni 1998, yaitu Rp 14.900 per dolar AS (USD). Di sisi lain, tingkat suku bunga SBI berjangka satu bulan yang dipatok pada level sekitar 20% belum mampu menurunkan kurs rupiah/USD dan belum mampu menekan tingkat inflasi periode bulanan yang tinggi pada bulan Februari 1998 mencapai angka 12,67% jauh melebihi target yang sebesar  9,3%. Pertumbuhan tingkat inflasi ini harus selalu diwaspadai dan dikendalikan karena dampaknya yang luas terhadap berbagai sektor kehidupan, beberapa alasan disebutkan menurut Tajul dalam bukunya Inflasi dan Solusinya 2000:2., yaitu:
·         Tingkat inflasi yang tinggi akan melemahkan daya beli masyarakat terutama terhadap produksi dalam negeri yang selanjutnya dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap nilai mata uang nasional.
·         Tingkat inflasi yang tinggi mempunyai pengaruh aggregatif terhadap perekonomian makro sebagai faktor eksternal dunia industri serta berdampak luas pula terhadap sektor perekonomian mikro yang mrpkn faktor internal dunia bisnis.
·         Tingkat inflasi yang tinggi akan mendorong para pemodal nasional untuk menanamkan modalnya ke luar negeri dan bahkan para pengusaha akan merelokasikan industrinya ke luar negeri yang perekonomiannya lebih stabil. Jika hal ini terjadi industri semakin tidak kompetitif dan tidak mampu menarik investor asing untuk menanamkan modalnya.

Lebih lanjut, adapun dampak inflasi dari beberapa nara sumber yaitu :
a.       Pertama, Didalam penjelasannya, Nopirin (2000: 32), menyebut dampak pertama ini dengan sebutan efek terhadap pendapatan (Equity Effect). Inflasi akan menyebabkan turunnya pendapatan riil masyarakat yang memiliki pendapatan tetap. Karena dengan penghasilan yang relatif tetap, mereka tidak dapat menyesuaikan pendapatannya dengan kenaikan harga yang disebabkan karena inflasi. Sebaliknya, bagi mereka yang memiliki penghasilan yang dinamis (pedagang dan pengusaha misalnya), seringkali mendapat manfaat dari adanya kenaikan harga tersebut, dengan cara menyesuaikan harga jual produknya. Dengan demikian pendapatan yang mereka peroleh secara otomatis akan tersesuaikan, dan tidak jarang dengan persentase yang lebih besar.

b.       Kedua (Kesumajaya, 1993: 151), inflasi dapat menyebabkan turunnya nilai riil kekayaan masyarakat yang berbentuk kas, dengan kata lain nilai tukar kas tersebut menjadi lebih kecil, karena secara nominal harus menghadapi harga komoditi per satuan yang lebih tinggi dari sebelumnya. Sebaliknya, mereka yang banyak memiliki kekayaan dalam bentuk aktiva tetap/aset non-likuid (golongan menengah ke atas), justru diuntungkan dengan kenaikan harga tersebut Dengan demikian inflasi akan membuat jurang kesenjangan yang semakin lebar.

c.        Ketiga, Inflasi dapat menurunkan nilai tabungan masyarakat, sehingga masyarakat akan cenderung memilih menginvestasikan dananya dalam aktiva yang lebih baik. Dengan kecenderungan ini, dunia perbankan akan mengalami kesulitan likuiditas, dan sebagai salah satu sumber perolehan dana bagi sektor riil, hal ini tentu tidak menguntungkan.




Sedangkan bila dilihat dari kegiatan ekonomi, Inflasi adalah suatu gejala ekonomi yang memiliki dampak terhadap kegiatan ekonomi masyarakat. Adapun dampak inflasi terhadap kegiatan ekonomi dapat dijelaskan sebagai berikut:

a.     Terhadap Konsumen Inflasi menyebabkan harga-harga barang yang dikonsumsi naik, sementara pendapatan masyarakat tidak mengalami kenaikan. Sehingga dengan keadaan seperti ini maka akan terjadi perubahan pola konsumsi pada masyarakat seperti: 1)        Kuantitas konsumsi berkurang, misalkan dari kebiasaan membeli 5 buah menjadi 3 buah saja, 2) Adanya peralihan merk dari barang yang dikonsumsi menjadi barang yang murah Pengurangan jumlah barang & peralihan penggunaan barang yang dikonsumsi menyebabkan jumlah permintaan terhadap suatu brg menurun, dan ini mengakibatkan kelesuan perusahaan & ini akan mengarah pada terjadinya PHK.

b.    Terhadap Produksi Dampak inflasi terhadap produsen untuk memproduksi menjadi menurun, penurunan disebabkan oleh alasan berikut: 1)      Kenaikan harga mengurangi kemampuan produsen untuk membeli faktor produksi misalnya bahan baku. Kekurangan bahan baku dapat mengakibatkan jumlah produksi berkurang. 2) Tingginya tingkat bunga pada saat inflasi menyebabkan produsen kesulitan memperluas produksi. 3) Munculnya suatu sikap dari produsen yang bersifat spekulatif diantaranya mengarahkan modalnya pada investasi baru, dan kewajiban memproduksi berkurang, akan mengarah terjadinya PHK

c.     Terhadap Distribusi Dampak inflasi terhadap kegiatan pendistribusian pendapatan masyarakat menajadi terganggu, karena orang berpenghasilan tetap secara riil pendapatannya mengalami kemerosotan. Untuk menutupi kebutuhan akibatnya ia harus menggunakan tabungan atau berhutang. Dengan demikian inflasi memperlebar kesenjangan distribusi pendapatan diantara anggotaanggota masyarakat, sehingga dampaknya saling berhubungan antara konsumen, produsen dan pihak-pihak lain.

Faktor-faktor penyebab inflasi sangat luas dan beraneka ragam, tetapi dengan menyiasati sumber-sumber penyebab terjadinya inflasi serta dampaknya di berbagai sektor kehidupan terutama di sektor ekonomi, dapat disusun suatu rencana strategis agar inflasi tidak terus menggerogoti kinerja perekonomian. Terdapat 3 kebijakan yang dapat diambil pemerintah untuk solusi inflasi, kebijakan tersebut yang menyangkut bidang moneter, fiskal dan non moneter. Adapun penjelasan kebijakan tersebut akan diuraikan di bawah ini :
1.     Kebijakan Moneter adalah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional dengan cara mengubah jumlah uang yang beredar. Penyebab inflasi diantara jumlah uang yang beredar terlalu banyak sehingga dengan kebijakan ini diharapkan jumlah uang yang beredar dapat dikurangi menuju kondisi normal. Untuk menjalankan kebijakan ini Bank Indonesia menjalankan beberapa politik/kebijakan yaitu politik diskonto, politik pasar terbuka dan menaikan cash ratio.
        a.     Politik Diskonto ditujukan untuk menaikan tingkat bunga karena dengan bunga kredit tinggi maka aktivitas ekonomi yang menggunakan dana pinjaman akan tertahan karena modal pinjaman menjadi mahal.
        b.     Politik Pasar Terbuka dilakukan dengan cara menawarkan surat berharga ke pasar modal. Dengan cara ini diharapkan masyarakat membeli surat berharga tersebut seperti SBI yang memiliki tingkat bunga tinggi, dan ini merupakan upaya agar uang yang beredar di masyarakat mengalami penurunan jumlahnya.
        c.     Cash Ratio artinya cadangan yang diwajibkan oleh Bank Sentral kepada bank-bank umum yang besarnya tergantung kepada keputusan dari bank sentral/pemerintah. Dengan jalan menaikan perbandingan antara uang yang beredar dengan uang yang mengendap di dalam kas mengakibatkan kemampuan bank untuk menciptakan kredit berkurang sehingga jumlah uang yang beredar akan berkurang.

2.     Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang berhubugan dengan finansial pemerintah. Bentuk kebijakan ini antara lain:
(a)   Pengurangan pengeluaran pemerintah, sehingga pengeluaran keseluruhan dalam perekonomian bisa dikendalikan. (b) Menaikkan pajak, akan mengakibatkan penerimaan uang masyarakat berkurang dan ini berpengaruh pada daya beli masyarakat yang menurun, dan tentunya permintaan akan barang dan jasa yang bersifat konsumtif tentunya berkurang.

3.     Kebijakan Non-Moneter dapat dilakukan dengan cara menaikan hasil produksi, kebijakan upah dan pengawasan harga dan distribusi barang.
a.     Menaikan hasil produksi, cara ini cukup efektif mengingat inflasi disebabkan oleh kenaikan jumlah barang konsumsi tidak seimbang dengan jumlah uang yang beredar. Oleh karena itu pemerintah membuat prioritas produksi atau memberi bantuan (subsidi) kepada sektor produksi bahan bakar, produksi beras.
b.     Kebijakan upah, tidak lain merupakan upaya menstabilkan upah/gaji, dalam pengertian bahwa upah tidak sering dinaikan karena kenaikan yang relatif sering dilakukan akan dapat meningkatkan daya beli dan pada akhirnya akan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang secara keseluruhan dan pada akhirnya akan menimbulkan inflasi.
c.     Pengawasan harga dan distribusi barang dimaksudkan agar harga tidak terjadi kenaikan, hal ini seperti yang dilakukan pemerintah dalam menetapkan harga tertinggi (harga eceran tertinggi/HET). Pengendalian harga yang baik tidak akan berhasil tanpa ada pengawasan. Pengawasan yang baik biasanya akan menimbulkan pasar gelap. Untuk menghindari pasar gelap maka distribusi barang harus dapat dilakukan dengan lancar, seperti yang dilakukan pemerintah melalui Bulog atau KUD.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS